Imam Besar Perjanjian Baru
April 2025

Imam Besar Perjanjian Baru

Surat Ibrani
Bagikan di:

“Inti semua yang kita bicarakan itu ialah kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Maha Besar di surga” (Ibrani 8:1)

PENGANTAR

Nama & Judul Kitab

Disebut “Surat kepada Orang Ibrani” (πρὸς Ἑβραίους; pros Hebraious) atau sering disingkat “Surat Ibrani” karena surat ini ditujukan kepada orang-orang Kristen dengan latar belakang Yahudi atau sering disebut Kristen-Yahudi (Judeo-Christian).

Istilah “Ibrani” sendiri berasal dari bahasa Ibrani: עִבְרִי (‘Ivrî), yang diambil dari nama Eber, cicit dari Sem (putra Nuh), dan sekaligus merupakan leluhur Abraham (bdk. Kejadian 10:21). Ada juga yang mengaitkan istilah ini dengan kata עֵבֶר (‘ever), yang berarti “seberang” atau “melintasi”, disebabkan karena asal-usul Abraham yang berpindah dari Mesopotamia (seberang sungai Efrat) ke Kanaan. Jadi, secara harfiah mereka disebut “orang-orang dari seberang”.

Kajian lain mengatakan bahwa istilah ini berasal dari teks-teks kuno Mesir dan Mesopotamia mengenai kelompok masyarakat yang disebut “Habiru” atau “Apiru”. Dalam teks-teks kuno tersebut dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang nomaden dan migran.

Dalam perkembangannya, istilah “Ibrani” akhirnya secara spesifik merujuk pada etnis Israel kuno atau semakin spesifik merujuk pada orang-orang Yahudi. Sebutan ini juga diberikan pada bahasa yang mereka gunakan.

Waktu Penulisan

Petunjuk pertama untuk memperkirakan kapan persisnya surat Ibrani ditulis adalah dalam Ibrani 13:23, dimana disebutkan bahwa “Timotius, saudara kita, telah dibebaskan” (TB2). Tentunya kita patut berterima kasih bahwa LAI telah merevisi terjemahan kata Yunani: “ἀπολελυμένον” (apolelumenon), yang sebelumnya diterjemahkan “telah berangkat” (TB-1974) menjadi “telah dibebaskan” (TB2-2023).

Menurut para ahli, Timotius ditangkap di Roma pada masa penganiayaan yang dilakukan oleh Kaisar Nero, kemungkinan beberapa saat setelah ia menemui Paulus (bdk. 2Timotius 4:21). Ia dibebaskan setelah sang kaisar wafat pada tahun 68 M. Jadi, kemungkinan besar, surat ini ditulis setelah tahun wafatnya Nero.

Pada masa itu sedang berlangsung pemberontakan orang-orang Yahudi di Yerusalem terhadap pemerintahan Romawi, yang dimulai pada tahun 66 M. Menjelang wafatnya Nero, Romawi telah berhasil merebut sebagian besar wilayah utara Yudea, termasuk Galilea. Pengepungan ini dilakukan oleh Vespasianus, komandan baru yang ditunjuk Nero, bersama dengan Titus, putranya. Penaklukan Yudea sempat terhenti setelah Nero wafat, sebab Vespasianus ditarik ke Roma untuk menggantikan Nero. Selanjutnya, Titus berhasil mengepung Yerusalem dan menghancurkan kota itu, termasuk Bait Sucinya pada tahun 70 M.

Pengepungan dan penaklukan Yudea, terutama Yerusalem, nampaknya mempengaruhi penulisan surat Ibrani ini, sehingga penulis bisa lebih gamblang berbicara tentang sistem Bait Suci lama “yang telah menjadi tua dan usang, akan segera lenyap” (bdk. 8:13). Hal ini menjadi masuk akal, apalagi jika surat ini ditujukan kepada orang-orang dengan latar belakang Yahudi yang kuat, yang sangat mengkultuskan dan membanggakan Bait Suci dan Yerusalem. Tentunya, agak sulit menerima jika ada yang berani “mengusik” kebanggaan itu, kecuali jika ada peristiwa besar yang mendukungnya.

Meski begitu, penulis tidak menyinggung soal persembahan atau kurban di Bait Suci yang tidak lagi dijalankan. Artinya, penulisan surat ini dilakukan sebelum hancurnya Bait Suci pada tahun 70 M. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa surat ini ditulis antara tahun 68 dan 70 M.

 

Penulis

Tidak diketahui persis siapa penulis surat Ibrani. Sebab, berbeda dengan surat-surat Paulus, yang langsung mencantumkan nama penulis, surat Ibrani justru tidak menuliskan siapa penulisnya. Beberapa teori mengatakan bahwa penulisnya adalah Rasul Paulus, Barnabas, Apolos, Silas, Lukas, hingga Priskila.

Surat ini memiliki kemiripan dengan Lukas dan Kisah Para Rasul, serta beberapa “Surat-surat Umum” lainnya dalam hal penggunaan bahasa Yunani yang canggih. Hal ini mengindikasikan bahwa penulisnya memiliki kemampuan retorika dan sastra Yunani yang andal.

Tradisi gereja mula-mula—terutama gereja-gereja Timur—menyebut bahwa penulisnya adalah Rasul Paulus. Hal ini mungkin karena otoritas dan pengalaman Paulus, serta gaya teologi yang mirip, misalnya dalam penekanan konsep Kristus sebagai pusat rencana Allah, dimana Ia menjadi pengantara antara Allah dan manusia sebagai Imam Besar. Selain itu, konsep iman sebagai dasar keselamatan juga sangat kental menjadi teologi Paulus.

Namun, yang membuat beberapa ahli meragukan teori ini disebabkan karena gaya bahasa, struktur kalimat, dan kosa kata Surat Ibrani yang berbeda dengan surat-surat Paulus lainnya. Surat Ibrani cenderung seperti khotbah dan retorik dengan bahasa Yunani yang halus dan terstruktur baik, sedangkan surat-surat Paulus cenderung praktis dan langsung. Surat Ibrani juga tidak diawali dengan salam pembuka sebagaimana lazimnya surat-surat Paulus.

Itulah sebabnya beberapa ahli mengusulkan nama Barnabas, yang adalah seorang Lewi dan memiliki pengetahuan lebih dalam mengenai tradisi Yahudi. Salah satu bapak gereja yang mendukung pandangan ini adalah Tertulianus. Selain Barnabas, nama Silas juga cukup kuat dikaitkan dengan surat ini, sebab ia juga cukup dekat dengan Timotius (bdk. 13:23 dan Kisah Para Rasul 16:37-38).

Penulis lain yang diajukan adalah Apolos, yang juga memiliki pengetahuan mendalam mengenai teologi Yahudi serta kemampuan retorika Aleksandria yang baik. Namun, tidak ada bukti-bukti kuat yang mendukung teori ini. Pada akhirnya, hanya ada dua pilihan untuk menerima siapa penulis surat ini: secara anonim atau diterima berdasarkan tradisi sebagai surat Paulus.

 

Pembaca Mula-mula

Sesuai namanya, Surat Ibrani ditujukan kepada orang-orang Kristen-Yahudi (Judeo-Christian), yaitu mereka yang memiliki latar belakang Yahudi yang sangat kuat. Pada masa-masa awal perkembangan kekristenan, ada begitu banyak orang Yahudi yang kemudian percaya kepada Yesus. Apalagi, fokus pertama penginjilan memang ditujukan kepada mereka, sebelum menyebar lebih luas kepada bangsa-bangsa Greko-Romawi.

Meskipun mereka memilih percaya kepada Yesus, mereka masih membaca dan menggunakan Tanakh (Perjanjian Lama) sebagai kitab suci. Itulah sebabnya penulis surat ini sangat sering mengutip dari Tanakh, seperti Keluaran, Imamat, Mazmur, dan Yeremia. Selain itu, pemahaman mereka akan tradisi Yudaisme sangat kuat, misalnya tentang keimamatan Melkisedek dan konsep imam besar Yahudi (Ibrani 7). Intinya, ada dua pertanyaan penting yang dijawab oleh penulis surat Ibrani ini , yaitu bagaimana “iman baru” baru di dalam Kristus Yesus masih konsisten dengan apa yang sudah Tuhan nyatakan sejak dalam Tanakh, dan kedua, apakah dengan percaya kepada Yesus maka orang-orang Kristen masih harus mengikuti ajaran-ajaran dan tradisi Tanakh?

Penulis surat Ibrani mengingatkan mereka untuk tidak kembali ke praktik keagamaan Yahudi lama serta tetap teguh dalam iman Kristen (bdk. Ibrani 10:26-29). Peringatan ini tampaknya bukan didorong oleh kekhawatiran bahwa mereka akan kembali ke agama Yahudi karena faktor pemahaman mereka akan Tanakh dan tradisi Yudaisme, melainkan karena adanya penganiayaan dan penderitaan yang mereka alami (bdk. Ibrani 10:32-34). Mereka didorong untuk tetap bertekun dalam iman dan tidak menyerah (bdk Ibrani 11).

Untuk itu, dalam menafsirkan surat ini, sangatlah penting untuk memahami konsep-konsep teologis Yudaisme, terutama terkait dengan konsep keimamatan, kurban, pengudusan, iman, perjanjian, sabat dan Bait Suci. Artinya, dalam membaca dan menafsirkan surat ini dengan baik, kita harus lebih dulu memosisikan diri kita sebagai orang-orang dengan latar belakang pengajaran Yahudi.

 

***

Minggu I – Minggu Sengsara/ Prapaskah V (6 April 2025)

KEUNGGULAN KRISTUS
Ibrani 1:1-14; 3:1-6; 7:11-28

Ada beberapa gelar Yesus yang disoroti oleh penulis surat ini untuk mengungkapkan keunggulan Kristus, yaitu “Anak Allah” (υἱός; huios) (1:2), “Anak yang sulung” (πρωτοτόκος; prōtotokos) (1:6), “firman” (ῥῆμα; rhēma) (1:3), serta “cahaya kemuliaan” (ἀπαύγασμα τῆς δόξης; apaugasma tēs doxēs) dan “gambar keberadaan Allah” (χαρακτὴρ τῆς ὑποστάσεως; kharaktēr tēs hupostaseōs) (1:3). Gelar-gelar ini menunjukkan bahwa Kristus lebih unggul dari para nabi dan malaikat.

Selain itu, ada juga gelar “Rasul” (ἀπόστολος; apostolos) dan “Imam Besar (ἀρχιερεύς; arkhiereus)” (3:1). Gelar “Rasul” paralel dengan kata kerja Ibrani “שׁלח” (shalakh) atau “mengutus” (bdk. Yohanes 20:21), ketika Tuhan mengutus Musa kepada Firaun (bdk. Keluaran 3:10). Sedangkan, gelar “Imam Besar” merujuk pada gelar “הכהן הגדל” (hakkohen haggadol) (bdk. Bilangan 35:25), tetapi gelar Imam Besar yang dikenakan kepada Kristus bukan merujuk pada gelar keimamatan Lewi melainkan Melkisedek (Ibrani 7:17; bdk. Mazmur 110:4).

TEOLOGI: Supremasi Kristus (Kristologi)

FOKUS: Bagaimana memahami keunggulan Kristus atas para nabi, malaikat, rasul dan imam?

 

Minggu II – Minggu Palem/ Prapaskah VI (13 April 2025)

IMAM BESAR AGUNG
Ibrani 4:14-16; 7:1-28

Imam Besar adalah jabatan paling tinggi dalam sistem keimamatan Yahudi. Imam Besar pertama dalam Alkitab adalah Harun, dan selanjutnya jabatan itu diberikan kepada keturunan-keturunannya (bdk. Keluaran 28:1). Tugas utama Imam Besar adalah mempersembahkan kurban pada perayaan-perayaan besar, seperti Yom Pesakh dan Yom Kippur, terutama kurban khatta’â (חטּאה) (bdk. Imamat 16). Pada abad I, gelar ini dikaitkan dengan “Firman Allah” (λόγος; Logos), sebagaimana dikemukakan oleh Filo dari Aleksandria, seorang filsuf dan teolog Yahudi. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih dalam lagi dalam surat Ibrani ini, berangkat dari Kejadian 14:18 dan Mazmur 110:4 dimana Kristus adalah Imam Besar menurut Melkisedek (על־דִברתי מלכי־צדק = menurut ordo/ tarekat Melkisedek), yang melampaui keimamatan Lewi.

TEOLOGI: Yesus Sang Imam Agung (Kristologi)

FOKUS: Bagaimana memahami keimamatan menurut Melkisedek yang dikenakan kepada Kristus untuk menjelaskan Kristologi surat Ibrani?

 

Jumat Agung (18 April 2025)

PERJANJIAN BARU

Ibrani 8-9

Konsep “Perjanjian Baru” (ברית חדשה; berīth khadashâ) dalam tradisi Yudaisme tidaklah sama dengan “Perjanjian Baru” dalam pengertian kanon Alkitab Kristen. Dalam konsep Yudaisme, terminologi ini berangkat dari Yeremia 31:33-34 (bdk. 8:8-10). Dalam pemikiran Yudaisme, konsep perjanjian baru ini berkaitan dengan konsep ha‘ōlam habba (העולם הבא), yang menggambarkan pembaruan komitmen terhadap hukum Tuhan di akhir zaman. Bagi penulis surat Ibrani, perjanjian baru itu telah dimulai oleh Kristus sebagai Imam Besar.

TEOLOGI: Penebusan Kristus (Kristologi-Soteriologi)

FOKUS: Bagaimana memahami konsep “Perjanjian Baru” dalam kaitannya dengan keimamatan Kristus?

 

Minggu III - Paskah (20 April 2025)

DAMAI SEJAHTERA KRISTUS DI TENGAH KELUARGA
Yohanes 20:26 (Tema Paskah PGI 2025)

Tema ini mengikuti Tema Paskah PGI 2025.

FOKUS: Krisis keluarga menjadi salah satu dari lima krisis yang menjadi perhatian PGI dalam lima tahun ke depan.

 

Minggu IV (27 April 2025)

IMAN & KETEKUNAN
Ibrani 6:4-6; 11-12

Iman (πίστις; pistis) didefinisikan sebagai dasar/ substansi/ esensi—tapi bisa juga berarti realitas—(hupostasis; ὑπόστασις) dari segala sesuatu yang diharapkan (elpizomenon; ἐλπιζομένων) dan bukti (elegkhos; ἔλεγχος) dari segala sesuatu yang tidak dilihat (ou blepomenōn; οὐ βλεπομένων). Pemikiran ini berangkat dari pemikiran Yunani (Hellenis) tentang pistis, yang adalah “bukti” (elegkhos), berkaitan dengan aspek logis dan rasional. Namun, ketika mengungkapkan tentang “bukti” penulis surat Ibrani sangat diwarnai dengan konsep emūnâ (אמונה) dalam pemikiran Yudaisme dengan menghadirkan tokoh-tokoh iman (bdk. Ibrani 11).

TEOLOGI: Iman dan Keselamatan (Soteriologi)

FOKUS: Bagaimana memahami konsep iman dan ketekunan dalam kaitan dengan keselamatan di dalam Kristus?

Kirim Donasi
Bagikan di:
Penulis:

Yosi Rorimpandei

Koordinator Komisi Pengajaran GKRIDC

Live Streaming...

IBADAH MINGGU KE-3

Minggu, 16 Mar 2025 10:00 WIB

Ibadah GKRI Diaspora Copylas minggu ke-3

Live Streaming
  • 00
    HARI
  • 00
    JAM
  • 00
    MNT
  • 00
    DTK

Kontak Kami

Jika Anda membutuhkan informasi, layanan konseling atau ingin beribadah bersama kami, silakan menghubungi kami

Alamat:

KAPEL ALFA
Taman Alfa Indah Blok J-1 No. 39
Jakarta Selatan

WhatsApp:

0815-1341-3809