Ibadah Semitik

Ibadah Semitik

Bagikan di:

Cikal Bakal

Istilah “Ibadah Semitik” pertama kali diperkenalkan oleh Abuna K.A.M. Jusuf Roni, yang ditandai dengan penggunaan tata ibadah atau liturgi yang bernuansa Ibrani, misalnya penggunaan Doa Pembukaan dalam bahasa Ibrani, yang disebut “Tefilla ha-Pathah”, dan Doa Bapa Kami (Tefilla Abinu). Istilah ini pertama kali digunakan di Gereja Kemah Abraham (GKA). Namun, tata ibadahnya sendiri sudah mulai diperkenalkan oleh Abuna Jusuf Roni jauh sebelum berdirinya GKA, yaitu ketika Abuna Jusuf Roni mendirikan Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Diaspora. Ada beberapa GKRI Diaspora yang awalnya digembalakan oleh Abuna K.A.M. Jusuf Roni, seperti GKRI Diaspora Segitiga Mas, GKRI Diaspora Borobudur, GKRI Diaspora Cawang, dan GKRI Diaspora Cinere.

Pada waktu itu, semua GKRI Diaspora yang digembalakan oleh Abuna Jusuf Roni sudah menggunakan tata ibadah semitik, termasuk GKRI Diaspora Copylas. Meski begitu, tata ibadah tersebut belum disebut “ibadah semitik” dan masih dipadu dengan bahasa Yunani, misalnya untuk bacaan Perjamuan Kudus dan Berkat.

Sebagai salah satu gereja yang dirintis oleh Abuna Jusuf Roni, GKRI Diaspora Copylas memperkenalkan kembali Ibadah Semitik karena pertimbangan historis dan teologis.

Secara historis, GKRI Diaspora Copylas terikat dengan Abuna Jusuf Roni sebagai perintis, yang telah mengutus Pdt. Timotius Asmoro untuk membuka pelayanan di wilayah Joglo, Jakarta Barat. Ikatan historis ini dicatat dalam sejarah GKRI Diaspora Copylas. Sementara, secara teologis, GKRI Diaspora Copylas dipanggil untuk mewarisi ajaran-ajaran Abuna K.A.M. Jusuf Roni, termasuk ajaran-ajaran mengenai ibadah.

Semitik

Istilah “semitik” sendiri berasal dari kata Ibrani “שֵׁם” (Shem), yang merupakan salah satu anak Nuh (Kej. 10). Sem diyakini sebagai nenek moyang bangsa-bangsa Timur Tengah, yang berbahasa Ibrani, Aram, dan Arab. Karena itu, istilah “semitik” pertama kali digunakan secara ilmiah dalam ilmu bahasa pada 1781 oleh August Ludwig von Schlözer untuk mengelompokkan keluarga bahasa dari rumpun yang sama.

Bahasa Semitik merupakan kelompok bahasa dalam rumpun Afro-Afiatik, yang dibagi dalam tiga cabang: Barat Laut (Ibrani, Aram, dan Fenisia), Arab Selatan [Arab, Saba, De’ez (Etiopia kuno), dan Trgrinya], dan Timur (Akkadia, Asyur, dan Babilonia).

Dalam perkembangannya, istilah “semit” dan “semitik” juga digunakan merujuk pada agama-agama Abrahamik, khususnya Yahudi, Kristen, dan Islam, yang berakar dari tradisi Semitik kuno.

Agama Semitik

Agama-agama semitik adalah agama-agama yang lahir dan berkembang di dalam bangsa-bangsa yang berbahasa semitik. Bangsa-bangsa berbahasa semitik ini merupakan bangsa-bangsa dengan kebudayaan tertua di dunia, demikian juga dengan sistem kepercayaan atau agamanya. Mulai dari agama-agama Mesopotamia, Kanaan, hingga agama-agama Arab pra-Islam. Secara umum, agama-agama semitik bisa dibagi dua, yaitu agama-agama pra-monoteistik, seperti agama-agama di Mesopotamia, Kanaan, dan Arab pra-Islam, serta agama-agama monoteistik atau yang juga disebut agama-agama Abrahamik, yaitu Yudaisme, Kristen, dan Islam. Karena peradaban pra-monoteistik sudah tidak berkembang lagi, maka dalam konteks sekarang, istilah agama-agama semitik cenderung merujuk pada agama-agama Abrahamik.

Agama-agama ini disebut agama-agama Abrahamik karena secara historis lahir dan berkembang di antara keturunan-keturunan Abraham. Sementara, secara teologis, agama-agama ini mewarisi “iman Abraham”, yang menyembah Allah Yang Esa. Selain itu, agama-agama Abrahamik juga percaya pada konsep wahyu dan kenabian, dimana Tuhan tidak hanya bersifat imanen, tetapi juga transenden. Tuhan tidak dipahami secara abstrak, sebagaimana dalam pemahaman Yunani dan agama-agama timur lainnya, tetapi nyata dan memiliki relasi personal dengan manusia.

Agama-agama Abrahamik juga berpegang ketat pada “firman Tuhan” sebagai landasan moral, yang mengatur sikap dan perilaku hidup sehari-hari. Karena itu, kitab suci menjadi pegangan utama yang melandasi segala konsep hukum dan etika hidup manusia.

Agama-agama Abrahamik melihat perjalanan waktu sebagai perjalanan linear, yang membentuk garis lurus. Hal ini tentu saja berbeda dengan pandangan agama-agama timur yang cenderung melihat waktu sebagai sebuah siklus. Itulah sebabnya, agama-agama Abrahamik sangat percaya dengan adanya “hari akhir” sebagai puncak perjalanan waktu. Setelah itu, manusia akan masuk dalam fase kekekalan.

Ibadah Semitik

Ibadah semitik adalah ibadah yang mewarisi pola peribadatan agama-agama Abrahamik, baik dari segi tata ibadah, penekanan, maupun bahasa yang digunakan. Namun, ibadah semitik yang dilakukan di GKRI Diaspora Copylas lebih menekankan pada aspek prinsipiil, yaitu penekanan pada prinsip monoteisme dan pentingnya Alkitab sebagai pijakan liturgis.

Beberapa bagian dalam tata ibadah semitik menggunakan bahasa Ibrani. Tujuannya adalah supaya jemaat semakin mencintai “bahasa Alkitab”, yang pada akhirnya akan mendorong jemaat untuk mau belajar dan mendalami Alkitab. Selain itu, penggunaan bahasa Ibrani sekaligus untuk memperkenalkan liturgi Ibrani, yang juga digunakan pada zaman Perjanjian Baru. Hal ini akan sangat membantu jemaat dalam memahami konteks-konteks narasi dalam Perjanjian Baru, khususnya pada zaman Tuhan Yesus.

Contohnya adalah dalam pembukaan ibadah semitik. Ibadah dimulai dengan Barūkh Attâ, yang merupakan bagian inti dalam liturgi Yudaisme. Dalam buku Siddur (buku liturgi Yahudi), Barūkh Attâ berkali-kali muncul sebagai pembuka berbagai doa, termasuk doa makan, penyalaan lilin Sabat, hingga ucapan berkat imamat. Beberapa ahli menyebut Barūkh Attâ ini sebagai “stempel resmi” yang menandai setiap interaksi suci antara manusia dan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya, dalam tata ibadah semitik, pengucapan Barūkh Attâ ditempatkan di awal ibadah.

Dalam tradisi Yudaisme, pengucapan Barūkh Attâ telah dimulai sejak Perjanjian Lama (bdk. Kej. 24:27 dan Mzm. 119:12), tetapi belum ada bentuk baku. Pada masa Bait Suci Kedua (abad ke-2 SM sampai 70 M), Barūkh Attâ mulai menjadi pembuka resmi dalam ibadah-ibadah Yahudi. Setelah Bait Suci dihancurkan pada tahun 70 M, barulah Barūkh Attâ ditetapkan sebagai pembuka wajib (bdk. Mishnâ Berakhōth 9:5).

Karena Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya hidup pada masa Bait Suci Kedua, maka dalam berbagai rekonstruksi sejarah, para ahli meyakini bahwa Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya juga menggunakan Barūkh Attâ, terutama ketika mereka berada di Sinagoge, dalam perjamuan malam (termasuk perjamuan terakhir), dan dalam doa-doa harian. Apalagi, Tuhan Yesus sangat taat pada tradisi Taurat.

Contoh bentuk rekonstruksi doa Tuhan Yesus adalah dalam film The Passion of the Christ (2004), dimana ketika Tuhan Yesus mengangkat roti, Ia berdoa dalam bahasa Aram, “בָּרוּךְ אַתָּה יְהוָה אֱלֹהֵינוּ מֶלֶךְ הָעוֹלָם הַמּוֹצִיא לֶחֶם מִן הָאָרֶץ” (terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allah kami, Raja semesta alam, yang mengeluarkan roti dari bumi). Kemudian, ketika mengambil cawan anggur, Tuhan Yesus berdoa, “בָּרוּךְ אַתָּה יְהוָה אֱלֹהֵינוּ מֶלֶךְ הָעוֹלָם בּוֹרֵא פְּרִי הַגָּפֶן” (terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allah kami, Raja semesta alam, Pencipta buah pohon anggur). Dua doa ini ditulis oleh William Fulco, SJ (ahli bahasa Semit dari Universitas Loyola Marymount, diambil dari dua doa Yahudi: ha-Motsī’ (הַמּוֹצִיא) dan ha-Gafen (הַגָּפֶן).

Dalam liturgi resmi, pengucapan Barūkh Attâ dimulai dengan kalimat, “בָּרוּךְ אַתָּה יְהוָה אֱלֹהֵינוּ מֶלֶךְ הָעוֹלָם” (terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allah kami, Raja semesta alam). Misalnya dalam “Doa Berdiri” (תְפִלָת הַעֲמִידָה) atau yang juga dikenal dengan sebutan “Doa Delapan Belas” (שְׁמוֹנֶה עֶשְׂרֵה). Doa ini merupakan doa inti, yang rumusan doanya diperkirakan telah digunakan sejak periode Bait Suci Kedua.

Dalam Doa Berdiri, diawali dengan kalimat “בָּרוּךְ אַתָּה יְהוָה אֱלֹהֵינוּ וֵאלֹהֵי אֲבוֹתֵינוּ אֱלֹהֵי אַבְרָהָם אֱלֹהֵי יִצְחָק וֵאלֹהֵי יַעֲקֹב” (terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allah kami dan Allah leluhur kami. Allah Abraham, Allah Yakub, dan Allah Ishak...). Kata “אֲבוֹתֵינוּ” (leluhur kami) dalam doa ini tampaknya lebih menekankan soal ikatan silsilah orang-orang Yahudi dengan Abraham, Ishak, dan Yakub. Karena itu, dalam Barūkh Attâ GKRI Diaspora Copylas, bagian ini tidak dicantumkan.

Berikut Barūkh Attâ dalam ibadah semitik GKRI Diaspora Copylas:

בָּרוּךְ אַתָּה יְהוָה אֱלֹהֵינוּ מֶלֶךְ הָעוֹלָם
אֱלֹהֵי אַבְרָהָם אֱלֹהֵי יִצְחָק וֵאלֹהֵי יַעֲקֹב
וֵאלֹהֵי אֲדוֹנֵנוּ יֵשׁוּעַ הַמָּשִׁיחַ
אָמֵן

Terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allah kami, Raja semesta alam. Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub. Dan Allah Tuhan kami, Yesus Kristus!

Frasa pertama, “בָּרוּךְ אַתָּה” (terpujilah Engkau) merupakan pernyataan iman bahwa TUHAN adalah sumber berkat. Tuhanlah yang memberkati manusia, bukan sebaliknya. Frasa ini dilanjutkan dengan frasa “יְהוָה אֱלֹהֵינוּ” (YHWH, Elohēnū), yang merupakan bentuk pengakuan bahwa doa ditujukan hanya kepada TUHAN. Kata ganti orang pertama jamak (kami) merupakan pernyataan bahwa ibadah ini merupakan ibadah bersama sebagai perwujudan persekutuan umat. Selanjutnya, frasa “מֶלֶךְ הָעוֹלָם” (Raja semesta alam) menyatakan kedaulatan TUHAN atas seluruh ciptaan, termasuk waktu dan ruang.

Barūkh Attâ dilanjutkan dengan kalimat “אֱלֹהֵי אַבְרָהָם אֱלֹהֵי יִצְחָק וֵאלֹהֵי יַעֲקֹב” (Allah Abraham, Allah Yakub, dan Allah Ishak). Kalimat ini merupakan pengingat langsung kepada Perjanjian Lama, sebagai landasan akar iman Kristen. Abraham, Ishak, dan Yakub tidak hanya merupakan leluhur bangsa Israel, tetapi sekaligus simbol terbentuknya “umat Allah”, yang dimulai dengan Abraham sebagai pribadi, Ishak sebagai anak perjanjian, dan Yakub sebagai keluarga yang melahirkan bangsa pilihan. Selain itu, ketiga pribadi ini, merupakan simbol yang kuat atas ikatan perjanjian Allah, dimana melalui Abraham dijanjikan tanah dan keturunan, Ishak melambangkan pengorbanan, sedangkan Yakub melambangkan perjuangan dan transformasi.

Bagian terakhir: “וֵאלֹהֵי אֲדוֹנֵנוּ יֵשׁוּעַ הַמָּשִׁיחַ” (dan Allah Tuhan kami, Yesus Kristus) merupakan pengakuan atas natur manusia Kristus sebagaimana diputuskan dalam Konsili Kalsedon (451 M) (Bdk. Yoh. 17:1-5; Flp. 2:6-8; dan Ibr. 5:7-8).

Meskipun menggunakan tata ibadah semitik, dalam puji-pujian, tetap menggunakan lagu-lagu Kristen kontemporer, yang digabungkan dengan lagu-lagu berbahasa Ibrani dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Jadwal Ibadah Semitik

Setiap hari Minggu 
Pkl. 18.00 WIB
Di HOPE Cafe lt. 2
Joglo, Jakarta Barat

Terakhir diperbarui pada 04 Nov 2025 00:04 WIB

Kirim Donasi
Bagikan di:
Live Streaming...

IBADAH MINGGU KE-3

Minggu, 16 Nov 2025 10:00 WIB

Ibadah GKRI Diaspora Copylas minggu ke-3

Live Streaming
  • 00
    HARI
  • 00
    JAM
  • 00
    MNT
  • 00
    DTK

Kontak Kami

Jika Anda membutuhkan informasi, layanan konseling atau ingin beribadah bersama kami, silakan menghubungi kami

Alamat:

KAPEL ALFA
Taman Alfa Indah Blok J-1 No. 39-40
Jakarta Selatan

WhatsApp:

0815-1341-3809