Berkat TUHAN-lah yang menjadikan kaya, jerih payah tidak akan menambahinya (Amsal 10: 22)
Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita kaji dari Amsal 10: 22 ini. Pertama, “apakah kita bisa mengukur berkat TUHAN dari kekayaan?”; Kedua, “bolehkah kita—orang-orang percaya—mengejar kekayaan?”; dan ketiga, “apa maksud kalimat ‘jerih payah tidak akan menambahinya’? Apakah itu artinya kita tidak perlu bekerja keras?”
Sepanjang Juli 2023, GKRIDC akan mengupas topik-topik ini berdasarkan ajaran yang ada dalam Alkitab, supaya kita memahami, menikmati, dan tahu memanfaatkan berkat TUHAN di dalam hidup kita.
Untuk melatih jemaat dalam memahami Alkitab dengan pendekatan-pendekatan tafsir yang lebih baik, maka GKRIDC memilih beberapa nats yang kerap mengalami kekeliruan dalam penafsiran. Dengan demikian, kita akan belajar bersama bagaimana menafsirkan nats-nats Alkitab agar tidak keluar dari konteks nats atau menyimpang dari teks aslinya.
Minggu I (2 Juli 2023)
BERKAT TUHAN MENJADIKAN KAYA
Amsal 10: 22
Amsal 10: 22 mengajarkan bahwa “berkat TUHAN-lah yang bisa membuat kita menjadi kaya”, bukan karena “jerih payah atau kerja keras kita”. Namun, sayangnya pemahaman ini seringkali menggiring orang untuk berpandangan bahwa percuma berjerih lelah di tengah dunia ini, sebab di atas semuanya, yang paling penting adalah pengenalan yang benar akan TUHAN. Di satu sisi, pandangan ini mengandung kebenaran, tetapi di sisi lain mengakibatkan munculnya pandangan bahwa keintiman dengan TUHAN adalah satu-satunya yang bisa menjadikan kita kaya, makmur dan berhasil. Karena itu, tidak sedikit yang berpandangan bahwa doa dan ibadah saja cukup untuk memperbaiki keadaan hidup kita. Yang penting “andalkan TUHAN” dan tinggalkan pekerjaan duniawi, lalu fokus pada ibadah dan pelayanan. Benarkah Amsal 10: 22 berbicara seperti itu?
Melalui pembahasan ini, jemaat akan memahami makna sesungguhnya dari Amsal 10: 22 sesuai teks aslinya, sehingga pemahaman kita tentang ayat ini menjadi jelas.
Minggu II (9 Juli 2023)
HUT GKRIDC ke-23
KABAR BAIK BAGI SEMUA
Yesaya 52: 7-10; Markus 16: 14-20
Jika kita mengikuti perkembangan media-media massa ataupun media-media sosial, kita akan menemukan begitu banyaknya bertebaran berita-berita negatif. Ada kabar perang, gejolak ekonomi, konflik sosial, kriminalitas, iklim politik, masalah lingkungan hidup, termasuk juga semakin maraknya dekadensi moral. Karena itu, dunia sangat membutuhkan “kabar baik” atau “kabar sukacita”.
Di dalam Perjanjian Lama, konsep “kabar baik” (Ibrani: besōrâ) mengacu pada pertolongan TUHAN terhadap umat-NYA. Kabar Baik ini mencakup keselamatan manusia dan dunia. Fokusnya adalah pemulihan keadaan dan pemenuhan damai sejahtera (shalōm). Sementara, dalam Perjanjian Baru, Kabar Baik (Yunani: euaggelion) semakin fokus pada konsep soteriologis, yaitu keselamatan di dalam Kristus Yesus.
Di ulang tahun GKRIDC ini, pembahasan tentang “Kabar Baik” akan mencakup aspek yang menyeluruh, baik kabar baik bagi pemulihan keadaan dunia (ekonomi, sosial, politik, dsb), maupun kabar baik dalam konsep soteriologis (keselamatan di dalam Kristus). Hal ini sekaligus untuk mengingatkan kembali kepada kita tentang tugas panggilan gereja yang holistik, sebagai garam dan terang dunia. Tugas ini tidak saja fokus pada keselamatan jiwa, tetapi juga bagaimana memberi dampak positif terhadap perubahan di dunia, dimulai dengan dunia di sekitar kita.
Minggu III (16 Juli 2023)
KAYA, MASUK SURGA
Matius 19: 16-26
Percakapan Tuhan Yesus dengan seorang pemimpin muda yang kaya dalam nats ini kerap menjadi dilema bagi kebanyakan orang Kristen. Terutama dengan perkataan Tuhan Yesus pada ay. 21 dan ay. 23-24, yang seolah-olah memberi kesan bahwa kekayaan menjadi penghalang orang untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga/ Allah. Padahal Tuhan Yesus tidak sedang menguji kekayaan pemimpin muda ini, melainkan menguji ketulusan hatinya dalam mengikuti kehendak TUHAN.
Melalui pembahasan ini, jemaat dapat memahami bahwa penghalang utama kita untuk dekat dengan TUHAN bukanlah hal-hal di luar diri kita (harta, takhta, atau hal-hal lainnya), melainkan hati kita. Bagaimana pun, Alkitab banyak menceritakan bagaimana TUHAN memakai orang-orang kaya (mis. Abraham, Ayub, Raja Salomo, dsb), penguasa (mis. Raja Daud, Raja Koresh), dan orang-orang dengan berbagai kelebihan lainnya dengan cara yang luar biasa. Sehingga, bukan hal-hal materil itu yang perlu kita takutkan, melainkan ketika kita tidak menemukan ketulusan dalam hati kita untuk dekat dengan TUHAN.
Minggu IV (23 Juli 2023)
SUSAH PAYAH
Kejadian 3: 17-19
Banyak orang menganggap kutukan terhadap Adam di Taman Eden menunjukkan bahwa “bekerja keras” adalah kutukan TUHAN. Padahal nats ini dengan jelas menyebutkan bahwa Allah mengutuk adamâ sebagai akibat dari dosa/ pelanggaran manusia. Alkitab menjelaskan bahwa adamâ adalah elemen dasar Adam. Allah membentuk Adam (manusia) dari adamâ. Ini menjawab pertanyaan mengapa justru Allah mengutuk adamâ. Tetapi, Allah menyediakan jalan keluar atas kutukan itu, yaitu itstsabôn (susah payah/ kerja keras). Tanpa mencapai level ini, maka manusia tidak akan pernah berdamai dengan elemen dasarnya (adamâ), sehingga manusia tidak akan mendapatkan apa-apa darinya.
Melalui pembahasan ini, jemaat memahami akan pentingnya bekerja dan berusaha dengan ulet agar bisa meraih apa yang diimpikan, serta tidak melihat kerja keras sebagai sebuah kutukan.
Minggu V (30 Juli 2023)
MENIKMATI BERKAT TUHAN
1Timotius 6: 17-19
Pesan penutup Rasul Paulus kepada Timotius dalam surat pertamanya ini mengingatkan Timotius untuk menegur orang-orang kaya di dalam jemaat yang ia layani. Teguran itu bukan untuk membuat mereka meninggalkan kekayaan mereka, tetapi sebaliknya, memanfaatkan segala berkat yang mereka terima dari TUHAN untuk membantu orang lain. Itulah cara yang paling TUHAN kehendaki dalam menikmati berkat TUHAN. Intinya, supaya mereka tidak fokus mengumpulkan harta duniawi saja, tetapi juga mengumpulkan harta kekekalan.
Melalui pembahasan ini, jemaat memahami bahwa kita tidak boleh egois dalam menikmati berkat TUHAN. Sebab, setiap kelebihan—apalagi kelimpahan—yang TUHAN berikan kepada kita merupakan kesempatan untuk “menjadi kaya dalam perbuatan baik”.