Keugaharian

1Timotius 6: 6-10
Bagikan di:

“Memang kesalehan itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar”
1Timotius 6: 6 (TB2)

6 Memang kesalehan itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. 7 Sebab, kita tidak membawa apa pun ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. 8 Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.

9 Namun, mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. 10 Sebab, akar segala kejahatan ialah cinta uang dan karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai duka.

Dalam Terjemahan Baru (TB 1974) kata eusebeia pada ay. 3 dan 6 diterjemahkan “ibadah”, tetapi dalam TB-2 (2023) terjemahannya telah diperbaiki menjadi “kesalehan”. Terjemahan yang lebih pas untuk konteks isi nasihat Rasul Paulus dalam nats ini, dimana ia mengingatkan Timotius bahwa “kesalehan itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar”. Hal ini ia sampaikan sebagai perbandingan dengan apa yang sebelumnya ia kecam pada ayat-ayat sebelumnya, yaitu mereka yang memanfaatkan “kesalehan” sebagai “sumber keuntungan” secara materi (bdk. ay. 3-5).

Tetapi, penekanan utama Rasul Paulus di sini bukan soal “kesalehan” itu sendiri, melainkan “rasa cukup” atau “berkecukupan” (autarkeia). Istilah ini dalam bahasa Yunani menggambarkan kondisi yang sempurna dalam hidup, dimana seseorang tidak lagi membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada ay. 8, Rasul Paulus memberi penjelasan lebih detail soal autarkeia ini, yaitu “asal ada makanan dan pakaian, cukuplah”. Artinya, bagaimana supaya kebutuhan pokok kita tercukupi. Inilah yang disebut “spiritualitas keugaharian”.

Spiritualitas keugaharian yaitu bagaimana kita hidup dalam kesederhanaan dan kesahajaan. Ini tentu saja berbeda dengan “hidup miskin”, sebab gereja justru dipanggil untuk bersama-sama dengan seluruh elemen bangsa untuk memberantas kemiskinan. Yang ditentang dalam spiritualitas keugaharian adalah keserakahan atau ketamakan.

Maka, untuk menjadi orang yang ugahari, Rasul Paulus mengingatkan beberapa hal penting: Pertama, mengubah perspektif tentang “keuntungan” (porismos) (ay. 6). Kata porismos sendiri hanya muncul di ay. 5 dan 6 nats ini dalam keseluruhan Perjanjian Baru. Secara harfiah, kata ini berarti “pendapatan” atau “perolehan”, dan lebih sering digunakan dalam kaitannya dengan materi atau uang.

Bagi orang-orang yang ugahari, orientasi keuntungan bukanlah kelimpahan harta atau materi, tetapi bagaimana mendistribusikannya untuk kebaikan bersama. Karena itu, menjadi ugahari bukan berarti hidup tanpa harta, melainkan tahu mana yang baik dan tidak baik serta menyadari batasan-batasan dalam hidup, sehingga ia mengumpulkan harta bukan dengan serakah atau dengan cara-cara yang tidak baik. Demikian juga, ia memanfaatkan hartanya untuk hal-hal yang baik dalam hidupnya.

Rasul Paulus mengingatkan pada ay. 7 bahwa kita tidak membawa apa-apa ke dalam dunia ini, demikian juga ketika kita tiada. Seberapa banyak harta yang kita kumpulkan di dunia ini, tidak akan berpengaruh apa-apa pada kehidupan kekal. Tuhan Yesus juga mengingatkan dalam Lukas 12: 20-21, supaya kita mengejar kekayaan di hadapan Allah.

Kedua, pengendalian diri (ay. 9). Keserakahan dan ketamakan timbul karena “nafsu” (epithumia) yang tidak bisa dikendalikan. Dalam Yakobus 1: 14-15 dikatakan bahwa “tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri” atau “oleh nafsunya sendiri” (epithumia). Karena itu, orang yang ugahari adalah orang yang bisa mengendalikan nafsunya. Tetapi, kita tidak mungkin melakukannya dengan mengandalkan kekuatan kita sendiri. Dalam Roma 13: 14, Rasul Paulus mengajarkan kita untuk mengenakan Tuhan Yesus Kristus, yaitu dibaptis dalam Kristus (bdk. Galatia 3: 27). Artinya, kita menanggalkan manusia lama kita dengan cara hidup seturut dengan firman TUHAN.

Ketiga, hidup menurut “iman” (ay. 10). Rasul Paulus menjelaskan bahwa banyak orang memburu uang dengan cara menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya. Hidup menurut iman berarti Kristus hidup di dalam kita, bukan lagi hidup yang dikuasai oleh keegoisan dan individualistis (bdk. Galatia 2: 20).

Jika Kristus hidup di dalam kita, maka kita tidak akan menjadi orang yang “cinta uang” (filarguria) atau “hamba uang” (bdk. Lukas 16: 14 dan 2Timotius 3: 2). Melainkan, kita akan hidup sama seperti Kristus telah hidup (bdk. 1Yohanes 2: 6). Ia sanggup mengalahkan godaan Iblis, meskipun tawarannya adalah kelimpahan (bdk. Matius 4: 9). Amin!

Bagikan di:

Penulis:

Yosi Rorimpandei

Koordinator Komisi Pengajaran GKRIDC

Pelayanan Kategorial

DC Kids

Pelayanan Anak
0895-1771-8474

Youth Habakuk

Pelayanan Remaja & Pemuda
0821-1303-2727

Debora

Pelayanan Kaum Perempuan
0812-9744-1129

Efata

Pelayanan Kaum Pria
0853-1083-3921

Permohonan Doa

Jika Saudara membutuhkan dukungan doa khusus untuk didoakan di setiap jam doa kami, silakan mengisi Form Permohonan Doa.

Klik Di Sini

Kontak

Kontak Kami

Jika Saudara membutuhkan informasi atau layanan konseling, silakan menghubungi kami.

Alamat:

KAPEL ALFA
Taman Alfa Indah Blok J-1 No. 39
Jakarta Selatan

WhatsApp:

+62815-1341-3809