“Yang lebih berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (Lukas 11: 28b)
24 Jadi, setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia bagaikan orang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. 25 Lalu turunlah hujan dan datanglah banjir, dan angin bertiup melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak roboh sebab didirikan di atas batu. 26 Namun, setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia bagaikan orang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. 27 Lalu turunlah hujan dan datanglah banjir, dan angin bertiup melanda rumah itu, sehingga robohlah rumah itu dan besarlah kerusakannya. (Matius 7)
27 Ketika Yesus masih berbicara tentang hal-hal itu, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya, “Berbahagialah ibu yang telah menyusui Engkau.” 28 Ia pun berkata, “Yang lebih berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya”. (Lukas 11)
Tuhan Yesus menutup khotbah-Nya di bukit dengan perumpamaan tentang rumah yang dibangun di atas dua macam dasar: batu dan pasir. Keduanya menggambarkan bagaimana kerohanian kita dibangun dengan firman Tuhan. Ketika hujan, banjir dan angin datang, rumah yang dibangun di atas batu lebih sanggup bertahan dibanding yang di atas pasir. Demikian juga, orang-orang percaya yang hidupnya tidak hanya sekedar berpondasikan kebenaran firman Tuhan, tetapi yang juga mempraktikkannya dalam keseharian hidupnya, akan lebih kokoh menghadapi badai ketimbang mereka yang hanya cukup mendengar (dan membaca) firman Tuhan.
Perumpamaan ini sekaligus mengingatkan kita bahwa ketaatan kita dalam belajar firman Tuhan bukanlah jaminan bahwa hidup kita akan berjalan mulus, tanpa badai. Bahkan, ketika kita tekun dan taat melakukan setiap firman Tuhan. Karena itu, tidaklah tepat jika ada yang mengatakan bahwa hidup dalam kebenaran firman Tuhan akan membuat kita bebas dari persoalan dan pergumulan. Tuhan Yesus tidak mengajarkan demikian! Namun, orang yang hidup dalam kebenaran firman Tuhan pastilah akan kuat menghadapi badai dalam hidupnya.
Hidup dalam kebenaran firman Tuhan berarti mau mendengar/ membaca firman Tuhan, serta melakukannya dengan setia dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, taat melakukan firman Tuhan adalah bukti bahwa kita percaya pada apa yang kita baca. Ketaatan ini bukan ketaatan di waktu-waktu tertentu saja, tetapi ketaatan di sepanjang hidup. Dalam Lukas 11: 28, Tuhan Yesus menggunakan istilah fulassō (memelihara, menjaga atau merawat).
Kata ini biasanya digunakan secara harfiah seperti ketika seorang pengawal menjaga sedemikian ketatnya sehingga tidak memungkinkan adanya penyusup masuk ke dalam kota. Begitu juga ketika seseorang menjaga sebaik mungkin barang berharganya agar tidak dicuri orang. Dalam Perjanjian Lama, kata ini biasanya digunakan dalam pengertian memperhatikan, mematuhi, dan menjalankan hukum, khususnya Taurat.
Jadi, “memelihara” firman Tuhan tidak sebatas melakukannya saja, tetapi dimulai dari ketaatan untuk membaca dan mendalaminya, sehingga firman Tuhan menjadi filosofi dan prinsip hidup kita. Semakin dalam kita menggali firman Tuhan diiringi dengan ketundukan untuk melakukannya dalam kehidupan sehari-hari, maka kita akan menjadi orang-orang “yang berbahagia” (Yunani: makarios) atau bisa juga diterjemahkan “diberkati” (bdk. KJV: blessed are they that hear the word of God, and keep it) atau “beruntung”. Amin!