
Sepasang Suami-Istri Kristen di India Divonis Lima Tahun Penjara Berdasarkan UU Anti-Konversi
Sepasang suami istri Kristen di India dijatuhi hukuman lima tahun penjara berdasarkan undang-undang “anti-konversi” Uttar Pradesh, yang kabarnya merupakan hukuman pertama yang dijatuhkan di negara tersebut.
Jose dan Sheeja Pappachan divonis bersalah setelah dituduh mencoba memaksa orang untuk pindah agama ke Kristen, sebuah putusan yang dianggap bias oleh komunitas Kristen.
Hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan khusus di Distrik Ambedkar Nagar mencakup denda masing-masing 25.000 rupee (4,7 juta rupiah).
A.C. Michael, koordinator nasional United Christian Forum (UCF), yang memantau kasus-kasus anti-konversi, mengkritik putusan tersebut dan mengatakan bukti yang diajukan tidak mendukung tuduhan pindah agama.
“Ini pertama kalinya kami menemukan hukuman seperti itu untuk dugaan upaya pindah agama,” kata Michael. Hukuman “atas dugaan upaya pindah agama tidak akan lolos pemeriksaan pengadilan yang lebih tinggi.”
Undang-undang anti-pindah agama Uttar Pradesh diamandemen pada tahun 2024 untuk mengizinkan pengaduan pihak ketiga terhadap dugaan aktivitas pindah agama. Hanya korban yang diduga atau anggota keluarga dekat yang diizinkan untuk mengajukan pengaduan dalam versi aslinya.
Pengadu dalam kasus tersebut adalah Chandrika Prasad Upadhyay, anggota Partai Bharatiya Janata yang berhaluan nasionalis Hindu dan anggota parlemen negara bagian. Pada Januari 2023, ia menuduh pasangan tersebut menargetkan komunitas rentan di daerah Shahpur Firoz, yang sebagian besar dihuni oleh kaum Dalit atau mereka yang berasal dari “kasta” terendah. Ia menuduh pasangan tersebut mengadakan acara yang ditujukan untuk konversi massal pada Hari Natal 2022.
Artikel Terkait
Selama persidangan, pasangan tersebut menyatakan bahwa mereka bermaksud untuk menawarkan pendidikan dan mempromosikan ketenangan, bukan untuk mengubah keyakinan individu secara paksa. Mereka mengatakan bahwa mereka membagikan salinan Alkitab, menyelenggarakan pertemuan pendidikan, dan mengadakan makan bersama tanpa maksud untuk memikat.
Polisi mendakwa pasangan tersebut berdasarkan keterangan saksi mata.
Pengadilan menguatkan dakwaan berdasarkan Undang-undang Larangan Konversi Agama yang Melanggar Hukum di Uttar Pradesh, ditambah dengan Undang-undang Kasta dan Suku (Pencegahan Kekejaman).
Setelah pasangan itu menghabiskan delapan bulan dalam tahanan sebagai praperadilan, Pengadilan Tinggi negara bagian membebaskan mereka dengan jaminan pada September 2023 atas dasar bahwa “memberikan ajaran yang baik, mendistribusikan Kitab Suci, mendorong anak-anak untuk mendapatkan pendidikan, menyelenggarakan pertemuan penduduk desa dan mengadakan bhandaras (makan bersama), menginstruksikan penduduk desa untuk tidak berdebat dan juga tidak minum minuman keras bukanlah bentuk rayuan,” cata lembaga pengawas yang berbasis di Inggris, Christian Solidarity Worldwide.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis bulan lalu, UCF mengatakan telah mencatat 834 tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap orang Kristen di negara itu tahun lalu. Jumlah tersebut meningkat dari 127 insiden pada 2014.
Menurut UCF, Uttar Pradesh menyaksikan sedikitnya 209 seragan terhadap umat Kristen pada 2024.
Setidaknya 100 orang Kristen dipenjara di seluruh negeri atas tuduhan pindah agama secara “paksa”, “dengan jaminan yang berulang kali ditolak,” kata UCF, seraya menambahkan, “proses peradilan telah menjadi hukuman.”
Umat Kristen, yang mewakili 2,3 persen dari populasi India dibandingkan dengan umat Hindu yang hampir 80 persen, sering menghadapi serangan dengan dalih menghentikan pindah agama secara “paksa” ke agama Kristen. Insiden ini sering kali dipicu oleh retorika nasionalis Hindu.
Editor: OYR
Kirim Donasi