Freedom: Seberapa Besar Pengaruh Iman Kristen terhadap Kepemimpinan Angela Merkel?
Buku Otobiografi Angela Merkel

Freedom: Seberapa Besar Pengaruh Iman Kristen terhadap Kepemimpinan Angela Merkel?

Bagikan di:

Angela Dorothea Merkel adalah Kanselir Jerman yang menjabat selama periode 2005 sampai dengan 2021, dan menjadi kanselir perempuan pertama yang menduduki jabatan nomor satu di Jerman itu.

Angela adalah putri dari Pendeta Horst Kasner, seorang pendeta Lutheran, yang berasal dari Berlin. Pada 1954, ayahnya mendapatkan tugas pelayanan dari gereja ke sebuah kota kecil di Uckermark, 80 kilometer sebelah utara Berlin. Di sana, ia aktif membuka rumahnya untuk sekelompok pemimpin gereja secara diam-diam, karena adanya pengawasan yang ketat dari Stasi, sebuah badan intelijen dan polisi rahasia Jerman, yang bertugas untuk memata-matai setiap warga Jerman.

Pertemuan di rumah Pendeta Kasner itu membahas isu-isu politik, termasuk penindasan yang dilakukan oleh negara. Mereka taat pada satu aturan bersama bahwa apa yang mereka diskusikan tidak boleh melampaui empat dinding ruangan.

Ketika itu, Angela masih berusia enam tahun. Ia duduk diam di sudut ruangan, sementara Pendeta Kasner berpura-pura tidak melihatnya. Meskipun pertemuan itu cukup berbahaya, tetapi Angela kecil menyimak setiap percakapan dengan saksama.

Kisah itu dicatat Merkel dalam memoar terbarunya berjudul Freedom: My Life in Politics. Dalam bukunya itu, Merkel menguraikan peristiwa-peristiwa bersejarah sejak masa kanak-kanak di Jerman Timur hingga menjadi kanselir perempuan pertama di Jerman.

Selain itu, ia juga dengan jujur menguraikan gejolak batinnya serta proses pengambilan keputusan di balik isu-isu, seperti kebijakan migrasi, hubungan internasional, feminisme, aborsi, pernikahan sesama jenis, dan berbagai isu lainnya yang dirinci dalam buku setebal 700 halaman tersebut.

Namun, Freedom bukanlah sekedar narasi politik. Di dalamnya, Merkel juga menuliskan soal pandangannya tentang nilai utama yang menandai kepemimpinannya, yaitu “iman Kristen.”

“Saya percaya adanya Tuhan, meskipun saya sering tidak dapat memahami atau merasakan-Nya,” tulis Merkel.

Saat dilantik sebagai kanselir pada 2005, ia menambahkan kalimat, “tolonglah saya, Tuhan.”

“Saya tahu bahwa saya tidak sempurna dan bisa melakukan kesalahan, sehingga hidup saya menjadi lebih mudah karena iman–seperti halnya tugas untuk bertanggung jawab atas sesama manusia dan ciptaan.”

Kebebasan dan Tanggung Jawab

Ia mengutip Yeremia 29:7 sebagai kata-kata yang secara khusus berbicara kepadanya sepanjang hidup dan karirnya, “Usahakanlah kesejahteraan kota… sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu!”

Merkel menarasikan perjalanan hidupnya dengan berpegang pada nilai-nilai “kebebasan dan tanggung jawab”, sejak masa kanak-kanak, meraih gelar Ph.D di bidang kimia kuantum, keterlibatan awalnya dalam karir politik di era Jerman bersatu serta penggabungannya ke dalam Uni Demokratik Kristen (CDU) setelah runtuhnya Tembok Berlin, masa-masa menjabat sebagai kanselir yang melewati krisis ekonomi dan kemanusiaan global, hingga berakhirnya masa jabatannya pada 2021.

Salah satu aspek paling menarik dalam bukunya adalah cara Merkel merenungkan dilema moral yang dihadapi sebagai seorang pemimpin. Misalnya, ketika menghadapi krisis pengungsi di Jerman, yang ditandai dengan kata-katanya yang terkenal, “Kita bisa melakukan ini” (Wir schaffen das). Baginya, keputusan itu bukan semata-mata keputusan politik, tetapi juga etis, yang didasarkan pada tugas Kristiani untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Ia mengakui bahwa keputusan itu kontroversial, bahkan sampai sekarang. Tetapi, ia menekankan soal nilai kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang rentan, yang dibentuk oleh keyakinan akan kesucian hidup dan martabat manusia tanpa mempedulikan konsekuensi politik.

Bentuk-bentuk Kehidupan

Merkel juga menuliskan dilema yang dihadapinya tatkala menghadapi masalah aborsi dan pernikahan sesama jenis. Di satu sisi, ia menganggap dirinya seorang feminis, yang mendukung kebebasan perempuan. Namun, di sisi lain, ia sangat menghargai “tugas konstitusional bagi pembuat undang-undang, parlemen [...] untuk melindungi semua bentuk kehidupan, termasuk yang belum dilahirkan,” tulisnya.

Setelah berjuang keras, Bundestag Jerman (parlemen) melakukan voting pada 1992 atas berbagai usulan soal aborsi dari beberapa partai. Dalam beberapa bagian, Merkel setuju dengan usulan-usulan tersebut, tetapi ia mengecam tidak adanya nasihat yang wajib diberikan sebelum mengambil keputusan aborsi. Pada akhirnya, ia memilih untuk abstain.

Meskipun keputusannya cenderung pro-kehidupan, tetapi Merkel segera menarik keputusannya. Alhasil, ia menyalahkan dirinya sendiri karena ia tidak mengikuti keyakinannya pada akhir pertimbangan, dan malah memilih untuk abstain. Lantaran itu, sampai akhir jabatannya, ia dinilai tidak mengambil tindakan apa-apa untuk mengubah undang-undang aborsi di Jerman.

Inklusif

Mengenai topik kebijakan keluarga, termasuk yang mempengaruhi keluarga LGBT, Merkel selalu jelas dalam pendiriannya menentang pernikahan sejenis. Namun, di masa pemerintahannya, CDU mengubah definisi keluarga agar lebih inklusif terhadap mereka yang tidak termasuk dalam definisi tradisional: ayah, ibu, dan anak.

Perubahan itu dilakukan pada 1999, dimana keluarga didefinisikan sebagai “tempat orang tua memikul tanggung jawab abadi untuk anak-anak; dan anak-anak untuk orang tua.” Dalam bukunya, Merkel menjelaskan bahwa “hubungan sesama jenis juga mewakili nilai-nilai yang mendasar bagi masyarakat kita.”

Pada saat yang sama, ia tidak pernah mengubah keyakinannya bahwa pernikahan bukanlah untuk pasangan sejenis. Meskipun ia mengakui bahwa “pertanyaan mengapa” dari posisi itu tidak pernah hilang dari benaknya, dan meskipun ia membuka jalan bagi pemungutan suara mengenai isu tersebut, ia sendiri menolak usulan pernikahan bagi sesama jenis pada 2017.

Hati Nurani

Merkel menjelaskan bahwa ia menganggap perlu untuk memberikan suara pada isu tersebut guna menghindari diskriminasi terhadap siapa pun. Pada saat yang sama, ia tidak ingin meninggalkan pandangan tradisionalnya tentang pernikahan sebagai ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.

Meskipun ia ikut bertanggung jawab karena membolehkan Bundestag membuka pernikahan bagi kaum homoseksual, Merkel akan tetap dikenang karena suaranya yang menantang hari itu.

“Orang-orang yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun berkampanye untuk pernikahan sejenis, karena mereka melihatnya sebagai isyarat menentang diskriminasi dan pengucilan, merasa bahwa saya telah mengecewakan mereka, bahkan mengkhianati mereka [...] Saya berada di bawah tekanan untuk membenarkan diri sendiri  – sebuah pertentangan dalam hati nurani.”

Kekuatan Batin

Meskipun iman Kristen Merkel tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai pribadinya, Freedom memperjelas pandangannya yang dibentuk karena pergulatan iman dan politik. Ia tidak menampilkan dirinya sebagai pemimpin politik yang dipandu oleh agenda yang kaku atau terang-terangan religius. Sebaliknya, imannya digambarkan sebagai sumber kekuatan batin dan kejelasan moral di saat-saat krisis, bukan sebagai buku aturan legalistik.

Secara khusus, ia merenungkan nilai-nilai kekristenannya dalam kaitannya dengan “rumah politik”-nya yaitu CDU, sebuah partai yang berhaluan kanan-tengah Jerman. Sebelum dan sesudah penyatuan Jerman, banyak kegiatan politik awal Merkel melibatkan pertemuan di gereja-gereja Protestan. Terkadang pertemuan itu berlangsung secara rahasia di bawah pengawasan ketat di tahun-tahun terakhir Jerman Timur, dan mendengarkan para teolog yang terlibat dalam gerakan-gerakan demokrasi.

Ia menjadi anggota CDU pada 1990, menjabat sebentar sebagai ketua kelompok kerja Protestan EAK (Evangelischer Arbeitskreis), menjadi ketua distrik Mecklenburg-Western Pomerania, menteri urusan perempuan dan pemuda, dan kemudian menteri urusan lingkungan hidup.

Pelita di bawah Gantang

Pada kongres CDU tahun 2000, Merkel mengumumkan pencalonannya sebagai ketua partai. Dalam pidato kampanyenya, ia berkata, “Saya menginginkan CDU yang, atas dasar konsep kemanusiaan Kristen, menjadikan martabat manusia sebagai tolok ukurnya saat menilai risiko teknologi… Saya menginginkan CDU yang mengadvokasi rakyat Eropa… Saya menginginkan CDU yang mengadvokasi Jerman yang merupakan negara toleran di antara negara-negara lain, yang tidak berpura-pura atau menyembunyikan pelitanya di bawah gantang.” Sontak pidato, yang terinspirasi dari Matius 5:13-16 itu disambut dengan tepuk tangan meriah.

Dalam buku Freedom, Merkel berhasil menyajikan perjalanan hidupnya tanpa kepura-puraan. Ia dengan anggun memaparkan keberhasilan yang telah ia raih selama karirnya sambil juga mengakui kekalahannya serta tujuan-tujuannya yang belum tercapai.

Kompas Moral

Meskipun ia tidak mengklaim mengutip setiap pilihan politik atau pribadinya dengan kutipan Alkitab dan rujukan Kristen, ia terbuka tentang bagaimana imannya telah mempengaruhi pendidikannya, kompas moral, dan pengambil keputusannya.

Di halaman penutup, Merkel menulis, “Kebebasan sejati bukan hanya kebebasan dari sesuatu–dari kediktatoran dan ketidakadilan–tetapi menunjukkan dirinya dalam tanggung jawab atas sesuatu: untuk sesama, untuk masyarakat, untuk kebaikan bersama kita.”

Editor: OYR

Kirim Donasi
Bagikan di:
Live Streaming...

IBADAH MINGGU KE-2

Minggu, 09 Feb 2025 10:00 WIB

Ibadah GKRI Diaspora Copylas minggu ke-2

Live Streaming
  • 00
    HARI
  • 00
    JAM
  • 00
    MNT
  • 00
    DTK

Kontak Kami

Jika Anda membutuhkan informasi, layanan konseling atau ingin beribadah bersama kami, silakan menghubungi kami

Alamat:

KAPEL ALFA
Taman Alfa Indah Blok J-1 No. 39
Jakarta Selatan

WhatsApp:

0815-1341-3809