Pengadilan di Lahore, Pakistan, pada Rabu (18/10/2023) membebaskan pasangan Kristen yang ditangkap bulan lalu atas tuduhan penistaan agama. Peristiwa ini sangat langka di negara itu sebab biasanya orang yang ditangkap karena kasus penistaan agama akan dipenjara bertahun-tahun.
Zahid Nazeer, pengacara Shaukat Masih dan istrinya Kiran Shaukat, mengatakan bahwa hakim telah mengabulkan permohonan jaminan kebebasan kliennya pada Sabtu (21/10/2023).
“Kami telah jauh dari anak-anak kami selama lebih dari sebulan, dan setiap hari kami habiskan di penjara untuk memikirkan apa yang akan terjadi dengan mereka jika kami tidak bisa bebas,” kata Masih, yang menghidupi keluarganya dengan melakukan pekerjaan serabutan.
Nazeer mengatakan kepada pengadilan bahwa pasangan miskin itu tidak bersalah, sebab mereka tidak berada di lokasi ketika kejadian penistaan agama terjadi.
“Apalagi Pasal 295-B dengan jelas menyatakan bahwa harus ada niat yang jelas dalam melakukan kejahatan tersebut, padahal dalam kasus ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pasangan tersebut melakukan perbuatan yang dituduhkan itu dengan sengaja,” kata Nazeer.
Pasangan ini ditangkap dan didakwa dengan Pasal 295-B undang-undang penistaan agama setelah seorang Muslim setempat menuduh mereka melemparkan sobekan lembaran-lembaran Al-Qur’an dari atap rumah mereka pada 8 September 2023. Berdasarkan Pasal 295-B, orang yang menodai Al-Qur’an wajib dihukum seumur hidup.
Pelapor, Muhammad Taimur, mengakui melihat lembaran-lembaran itu beterbangan ke tanah saat ia berada di toko terdekat. Dia pergi ke rumah dan menemui Kiran Shaukat dan mengatakan bahwa anak-anaknya mungkin yang melakukannya. Selanjutnya dia menggeledah rumah dan menemukan tas sekolah berwarna merah muda di belakang tangki air di atap, yang berisi lebih banyak sobekan kertas.
Nazeer mengatakan bahwa sobekan itu bukan berasal dari Al-Qur’an, melainkan dari buku Pelajaran Islam Kelas 9 yang akan dijual ke penjual barang bekas.
“Pasangan ini memiliki tiga anak kecil, dua di antaranya menderita gangguan mental dan fisik, dan mereka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas penistaan kitab suci,” kata Nazeer. “Tak satu pun dari ketiga anak itu pernah bersekolah, jadi tidak masuk akan jika mereka mengklaim bahwa mereka sengaja merobek lembaran-lembaran itu”.
Pengacara mengatakan bahwa polisi terlalu terburu-buru menjatuhkan dakwaan terhadap pasangan itu, tanpa adanya bukti dan hanya berdasarkan keterangan si pelapor. Ia bahkan menuding adanya pemalsuan bukti dalam kasus ini.
Editor: OYR